UMAR DAN NENEK TUA
Di pagi yang cerah, seorang perempuan tua berjalan terbungkuk-bungkuk dengan tongkat di tangannya. Ia melewati tempat di mana Umar bin khatab ra dan rombongan Quraish sedang berdiri. Melihat wanita tua itu, Umar ra lari tergesa-gesa mengejarnya dan ditinggalkan semua sahabat beliau. Belaiu menghampirinya dan menyapanya dengan penuh hormat. Beliau menundukan kepalanya dengan khidmah sehingga bisa mendengar apa yang diperintahkan kepadanya. Beliau tidak meninggalkannya sehingga semua urusan perempuan tua tadi beres.
Selesai membantunya, khalifah Umar bin Khattab ra kembali kepada rombongan kaum Quraish. Salah satu shahabat bertanya: “kenapa anda meninggalkan kami dan berlari kepada perempuan tua tadi?. Umar ra segera menjawab “kamu tahu siapa perempuan tua tadi?” Sahabat berkata “Saya tidak tahu wahai Amirul Mu'minin?”. Khalifah Umar ra lalu menjelaskan perempuan tadi adalah Khaulah binti Sta’labah. Allah telah mendengar pengaduannya dari atas tujuh lapis langit.
Cerita Khaulah binti Sta’labah sangat poluler, dan tertera dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Mujadalah. Ia penyebab turunnya surat tsb. Kisahnya, wanita itu telah dizhahirkan oleh suaminya Aus bin Shamit yaitu dengan mengatakan “kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku”, dengan maksud dia tidak boleh menggauli istrinya sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat Jahiliah kalimat zhihar seperti kalimat thalak, seolah-olah ia telah mentalak istrinya. Maka, Khaulah mengadukan halnya kepada Rasulullah saw. Beliau pun menjawab bahwa dalam hal ini belum ada wahyu turun dari Allah. Kemudian Khaulah berulang-ulang mendesak kepada Rasulullah saw supaya menetapkan sesuatu keputusan dalam hal ini. Sehingga kemudian turunlah ayat berikut ini:
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan halnya kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” Al Mujadalah ayat 1.
Khalifah Umar ra berkata kepada para sahabatnya “Demi Allah seandainya dia tidak berpaling sampai malam, maka saya tidak akan berpaling pula sampai aku bisa membantunya”.
Selesai membantunya, khalifah Umar bin Khattab ra kembali kepada rombongan kaum Quraish. Salah satu shahabat bertanya: “kenapa anda meninggalkan kami dan berlari kepada perempuan tua tadi?. Umar ra segera menjawab “kamu tahu siapa perempuan tua tadi?” Sahabat berkata “Saya tidak tahu wahai Amirul Mu'minin?”. Khalifah Umar ra lalu menjelaskan perempuan tadi adalah Khaulah binti Sta’labah. Allah telah mendengar pengaduannya dari atas tujuh lapis langit.
Cerita Khaulah binti Sta’labah sangat poluler, dan tertera dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Mujadalah. Ia penyebab turunnya surat tsb. Kisahnya, wanita itu telah dizhahirkan oleh suaminya Aus bin Shamit yaitu dengan mengatakan “kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku”, dengan maksud dia tidak boleh menggauli istrinya sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat Jahiliah kalimat zhihar seperti kalimat thalak, seolah-olah ia telah mentalak istrinya. Maka, Khaulah mengadukan halnya kepada Rasulullah saw. Beliau pun menjawab bahwa dalam hal ini belum ada wahyu turun dari Allah. Kemudian Khaulah berulang-ulang mendesak kepada Rasulullah saw supaya menetapkan sesuatu keputusan dalam hal ini. Sehingga kemudian turunlah ayat berikut ini:
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan halnya kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” Al Mujadalah ayat 1.
Khalifah Umar ra berkata kepada para sahabatnya “Demi Allah seandainya dia tidak berpaling sampai malam, maka saya tidak akan berpaling pula sampai aku bisa membantunya”.