PANDUAN IBADAH HAJI DAN UMRAH
1. PERBEDAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH
Perbedaan Ibadah Haji dan Umrah dari Segi Waktu dan Pelaksanaan
Haji dan umrah adalah ibadah yang, menurut kaca mata orang awam Indonesia, sama; “pergi ke Mekkah”. Namun, sejatinya keduanya memiliki perbedaan penting. Haji, sering disebut sebagai haji besar, hanya sah bila bila dilaksanakan pada musim haji/bulan haji (baca PENGERTIAN HAJI / DEFINISI HAJI). Sedangkan umrah, kapanpun anda ingin pergi beribadah umrah maka itu bisa dan sah dilaksanakan. Artinya, Ibadah umrah dapat ditunaikan setiap waktu.
Perbedaan Ibadah Haji dan Umrah dari Segi Tata Cara Pelaksanaan (Manasik)
Dalam prakteknya, orang yang menjalankan urutan-urutan ibadah haji berarti ia sudah melakukan praktek umrah. Karena umrah ‘hanya’ terdiri: niat, thawaf dan sa’i, memotong rambut/tahallul (baca: PENGERTIAN UMRAH | Definisi Umrah). Sedangkan haji, meliputi semua tata cara umrah ditambah dengan (dan inilah perbedaan mendasarnya) wuquf di ‘Arafah, menginap di Muzdalifah dan di Mina, serta melempar jumroh.
Perbedaan Ibadah Haji dan Umrah dari Segi Hukum
Status “WAJIB” telah menjadi ketetapan hukum haji. Di kalangan ulama’ tidak ada perbedaan dan perselisihan dalam hal wajibnya menuaikan ibadah haji bagi orang yang mampu. Sedangkan mengenai wajibnya umrah (bagi yang mampu melaksanakannya), para ulama berbeda pendapat; sebagian mengatakan wajib, dan sebagian yang lain mengatakan tidak wajib.
2. IBADAH HAJI
Pengertian Haji
Pengertian haji banyak ditulis di buku-buku fiqih. Ada beberapa perbedaan di kalangan ulama mengenai pengertian haji ini, namun perbedaan-perbedaan tersebut bukan suatu yang prinsip, melainkan sebatas pada tataran redaksional saja.
Pengertian haji, secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa “Haji adalah berkunjung ke Baitullah, untuk melakukan Thawaf, Sa’i, Wukuf di Arafah dan melakukan amalan – amalan yang lain dalam waktu tertentu (antara 1 syawal sampai 13 Dzul Hijjah) untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT”.
Haji diwajibkan atas kaum muslimin-muslimat yang sudah mampu satu kali seumur hidup.
Pengertian haji, secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa “Haji adalah berkunjung ke Baitullah, untuk melakukan Thawaf, Sa’i, Wukuf di Arafah dan melakukan amalan – amalan yang lain dalam waktu tertentu (antara 1 syawal sampai 13 Dzul Hijjah) untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT”.
Haji diwajibkan atas kaum muslimin-muslimat yang sudah mampu satu kali seumur hidup.
Haji Mabrur
Haji Mabrur, surga adalah imbalannya. Tentu semua orang mendambakan kenikmatan yang dijanjikan oleh-Nya. Sebaik-baik haji adalah haji mabrur. Lantas, apakah sebenarnya haji mabrurdan apa tanda-tandanya serta bagaimana mencapainya? Berikut ini ulasan singkat mengenai hal tersebut. Sebelumnya mohon maaf bila ada kekurangan dan kesalahan.
Keutamaan di Balik Haji Mabrur
Tidak seorangpun di antara kita yang tidak berkeinginan untuk berkunjung ke baitullah. Masing-masing jiwa yang mukmin sungguh sangat mendambakan untuk bisa memandang ka’bah di Mekkah Al Mukarromah. Setiap individu muslim pun ingin menggenapkan kemuslimannya yakni menunaikan rukun Islam yang terakhir. Saat impian itu menjadi nyata dan telah menuntaskan ibadah haji dengan segala manasiknya, idealnya setiap individu meningkat keimanan dan kemuslimannya sebagai pertanda bahwa ia mencapai derajat haji mabrur. Akan tetapi, pada kenyataannya, banyak yang seusai pergi haji yang kondisi iman dan islamnya tidak mengalami perubahan atau bahkan (na’udzubillah) kualitas iman dan islamnya lebih merosot dari sebelumnya. Yang terakhir ini bukan haji mabrur yang diperoleh melainkan haji mardud (tertolak).
Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dalam hadits Ibnu ‘Umar yang lainnya disebutkan,
“Adapun keluarmu dari rumah untuk berhaji ke Ka’bah maka setiap langkah hewan tungganganmu akan Allah catat sebagai satu kebaikan dan menghapus satu kesalahan. Sedangkan wukuf di Arafah maka pada saat itu Allah turun ke langit dunia lalu Allah bangga-banggakan orang-orang yang berwukuf di hadapan para malaikat.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Mereka adalah hamba-hambaKu yang datang dalam keadaan kusut berdebu dari segala penjuru dunia. Mereka mengharap kasih sayangKu, merasa takut dengan siksaKu padahal mereka belum pernah melihatKu. Bagaimana andai mereka pernah melihatKu?!
Andai engkau memiliki dosa sebanyak butir pasir di sebuah gundukan pasir atau sebanyak hari di dunia atau semisal tetes air hujan maka seluruhnya akan Allah bersihkan.
Lempar jumrohmu merupakan simpanan pahala. Ketika engkau menggundul kepalamu maka setiap helai rambut yang jatuh bernilai satu kebaikan. Jika engkau thawaf, mengelilingi Ka’bah maka engkau terbebas dari dosa-dosamu sebagaimana ketika kau terlahir dari rahim ibumu” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Kabir no 1339o. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahihul Jaami’ no. 1360).
Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dalam hadits Ibnu ‘Umar yang lainnya disebutkan,
“Adapun keluarmu dari rumah untuk berhaji ke Ka’bah maka setiap langkah hewan tungganganmu akan Allah catat sebagai satu kebaikan dan menghapus satu kesalahan. Sedangkan wukuf di Arafah maka pada saat itu Allah turun ke langit dunia lalu Allah bangga-banggakan orang-orang yang berwukuf di hadapan para malaikat.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Mereka adalah hamba-hambaKu yang datang dalam keadaan kusut berdebu dari segala penjuru dunia. Mereka mengharap kasih sayangKu, merasa takut dengan siksaKu padahal mereka belum pernah melihatKu. Bagaimana andai mereka pernah melihatKu?!
Andai engkau memiliki dosa sebanyak butir pasir di sebuah gundukan pasir atau sebanyak hari di dunia atau semisal tetes air hujan maka seluruhnya akan Allah bersihkan.
Lempar jumrohmu merupakan simpanan pahala. Ketika engkau menggundul kepalamu maka setiap helai rambut yang jatuh bernilai satu kebaikan. Jika engkau thawaf, mengelilingi Ka’bah maka engkau terbebas dari dosa-dosamu sebagaimana ketika kau terlahir dari rahim ibumu” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Kabir no 1339o. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahihul Jaami’ no. 1360).
Doa Minta Haji Mabrur
Ya Allah, semoga Engkau berkenan menghadirkan kami ke Mekah, Arafah dan Madinah, dan berikanlah kami (pahala) haji mabrur, dan ridhailah kami, ampunilah kami, dan sayangilah kami. Engkaulah kekasih kami, maka tolonglah kami atas golongan orang yang kafir.
Haji Mabrur, Jihad yang Paling Utama
Mengenai haji mabrur, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling afdhol?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 1519)
Dari ‘Aisyah—ummul Mukminin--radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?” “Tidak. Jihad yang paling utama adalah haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 1520)
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
““Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521).
Ibnu Hajar Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Haji disebut jihad karena di dalam amalan tersebut terdapat mujahadah (jihad) terhadap jiwa.”[1]
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Haji dan umroh termasuk jihad. Karena dalam amalan tersebut seseorang berjihad dengan harta, jiwa dan badan. Sebagaimana Abusy Sya’tsa’ berkata, ‘Aku telah memperhatikan pada amalan-amalan kebaikan. Dalam shalat, terdapat jihad dengan badan, tidak dengan harta. Begitu halnya pula dengan puasa. Sedangkan dalam haji, terdapat jihad dengan harta dan badan. Ini menunjukkan bahwa amalan haji lebih afdhol’.”[2]
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling afdhol?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 1519)
Dari ‘Aisyah—ummul Mukminin--radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?” “Tidak. Jihad yang paling utama adalah haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 1520)
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
““Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521).
Ibnu Hajar Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Haji disebut jihad karena di dalam amalan tersebut terdapat mujahadah (jihad) terhadap jiwa.”[1]
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Haji dan umroh termasuk jihad. Karena dalam amalan tersebut seseorang berjihad dengan harta, jiwa dan badan. Sebagaimana Abusy Sya’tsa’ berkata, ‘Aku telah memperhatikan pada amalan-amalan kebaikan. Dalam shalat, terdapat jihad dengan badan, tidak dengan harta. Begitu halnya pula dengan puasa. Sedangkan dalam haji, terdapat jihad dengan harta dan badan. Ini menunjukkan bahwa amalan haji lebih afdhol’.”[2]
Pengertian Haji Mabrur
Ibnu Kholawaih mendefinikan haji mabrur sebagai berikut: “Haji mabrur adalah haji yang maqbul (haji yang diterima).” Ulama yang lainnya mengatakan, “Haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri dengan dosa.” Pendapat ini dipilih oleh An Nawawi.[3]
Para pakar fiqh mengatakan bahwa yang dimaksud haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori dengan kemaksiatan pada saat melaksanakan rangkaian manasiknya. Sedangkan Al Faro’ berpendapat bahwa haji mabrur adalah jika sepulang haji tidak lagi hobi bermaksiat. Dua pendapat ini disebutkan oleh Ibnul ‘Arabi.
Haji mabrur menurut Al Hasan Al Bashri rahimahullah, beliau mengatakan, “Haji mabrur adalah jika sepulang haji menjadi orang yang zuhud dengan dunia dan merindukan akherat.”
Haji mabrur menurut Al Qurthubi rahimahullah, beliau menyimpulkan, “Haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori oleh maksiat saat melaksanakan manasik dan tidak lagi gemar bermaksiat setelah pulang haji.”[4]
An Nawawi rahimahullah berkata, “Pendapat yang paling kuat dan yang paling terkenal, haji mabrur adalah haji yang tidak ternodai oleh dosa, diambil dari kata-kata birr yang bermakna ketaatan. Ada juga yang berpendapat bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima. Di antara tanda diterimanya haji seseorang adalah adanya perubahan menuju yang lebih baik setelah pulang dari pergi haji dan tidak membiasakan diri melakukan berbagai maksiat. Ada pula yang mengatakan bahwahaji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri unsur riya’. Ulama yang lain berpendapat bahwa haji mabrur adalah jika sepulang haji tidak lagi bermaksiat. Dua pendapat yang terakhir telah tercakup dalam pendapat-pendapat sebelumnya.”[5]
Jika telah dipahami apa yang dimaksudkan dengan haji mabrur, maka orang yang berhasil menggapai predikat tersebut akan mendapatkan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349). An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud, ‘tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga’, bahwasanya haji mabrur tidak cukup jika pelakunya dihapuskan sebagian kesalahannya. Bahkan ia memang pantas untuk masuk surga.”[6]
Di antara bukti dari haji mabrur adalah gemar berbuat baik terhadap sesama. Dari Jabir, ia berkata bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang haji yang mabrur. Jawaban beliau,
“Suka bersedekah dengan bentuk memberi makan dan memiliki tutar kata yang baik” (HR. Hakim no. 1778. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahihul Jaami’ no. 2819).
Demikianlah kriteria haji mabrur. Kriteria penting pada haji mabrur adalah haji tersebut dilakukan dengan ikhlas dan bukan atas dasar riya’, hanya ingin mencari pujian, seperti ingin disebut “Pak Haji”. Ketika melakukan haji pun menempuh jalan yang benar, bukan dengan berbuat curang atau menggunakan harta yang haram, dan ketika melakukan manasik haji pun harus menjauhi maksiat, ini juga termasuk kriteria mabrur. Begitu pula disebut mabrur adalah sesudah menunaikan haji tidak hobi lagi berbuat maksiat dan berusaha menjadi yang lebih baik. Sehingga menjadi tanda tanya besar jika seseorang selepas haji malah masih memelihara maksiat yang dulu sering ia lakukan, seperti seringnya bolong shalat lima waktu, masih senang mengisap rokok atau malah masih senang berkumpul untuk berjudi. Jika demikian keadaannya, maka sungguh sia-sia haji yang ia lakukan. Biaya puluhan juta dan tenaga yang terkuras selama haji, jadi sia-sia belaka.
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari-Nya. Oleh karenanya, senantiasalah memohon kepada Allah agar kita yang telah berhaji dimudahkan untuk meraih predikat haji mabrur. Yang tentu saja ini butuh usaha, dengan senantiasa memohon pertolongan Allah agar tetap taat dan menjauhi maksiat. Semoga Allah menganugerahi kita haji yang mabrur. Amin Yaa Mujibas Saailin.
Para pakar fiqh mengatakan bahwa yang dimaksud haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori dengan kemaksiatan pada saat melaksanakan rangkaian manasiknya. Sedangkan Al Faro’ berpendapat bahwa haji mabrur adalah jika sepulang haji tidak lagi hobi bermaksiat. Dua pendapat ini disebutkan oleh Ibnul ‘Arabi.
Haji mabrur menurut Al Hasan Al Bashri rahimahullah, beliau mengatakan, “Haji mabrur adalah jika sepulang haji menjadi orang yang zuhud dengan dunia dan merindukan akherat.”
Haji mabrur menurut Al Qurthubi rahimahullah, beliau menyimpulkan, “Haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori oleh maksiat saat melaksanakan manasik dan tidak lagi gemar bermaksiat setelah pulang haji.”[4]
An Nawawi rahimahullah berkata, “Pendapat yang paling kuat dan yang paling terkenal, haji mabrur adalah haji yang tidak ternodai oleh dosa, diambil dari kata-kata birr yang bermakna ketaatan. Ada juga yang berpendapat bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima. Di antara tanda diterimanya haji seseorang adalah adanya perubahan menuju yang lebih baik setelah pulang dari pergi haji dan tidak membiasakan diri melakukan berbagai maksiat. Ada pula yang mengatakan bahwahaji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri unsur riya’. Ulama yang lain berpendapat bahwa haji mabrur adalah jika sepulang haji tidak lagi bermaksiat. Dua pendapat yang terakhir telah tercakup dalam pendapat-pendapat sebelumnya.”[5]
Jika telah dipahami apa yang dimaksudkan dengan haji mabrur, maka orang yang berhasil menggapai predikat tersebut akan mendapatkan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349). An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud, ‘tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga’, bahwasanya haji mabrur tidak cukup jika pelakunya dihapuskan sebagian kesalahannya. Bahkan ia memang pantas untuk masuk surga.”[6]
Di antara bukti dari haji mabrur adalah gemar berbuat baik terhadap sesama. Dari Jabir, ia berkata bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang haji yang mabrur. Jawaban beliau,
“Suka bersedekah dengan bentuk memberi makan dan memiliki tutar kata yang baik” (HR. Hakim no. 1778. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahihul Jaami’ no. 2819).
Demikianlah kriteria haji mabrur. Kriteria penting pada haji mabrur adalah haji tersebut dilakukan dengan ikhlas dan bukan atas dasar riya’, hanya ingin mencari pujian, seperti ingin disebut “Pak Haji”. Ketika melakukan haji pun menempuh jalan yang benar, bukan dengan berbuat curang atau menggunakan harta yang haram, dan ketika melakukan manasik haji pun harus menjauhi maksiat, ini juga termasuk kriteria mabrur. Begitu pula disebut mabrur adalah sesudah menunaikan haji tidak hobi lagi berbuat maksiat dan berusaha menjadi yang lebih baik. Sehingga menjadi tanda tanya besar jika seseorang selepas haji malah masih memelihara maksiat yang dulu sering ia lakukan, seperti seringnya bolong shalat lima waktu, masih senang mengisap rokok atau malah masih senang berkumpul untuk berjudi. Jika demikian keadaannya, maka sungguh sia-sia haji yang ia lakukan. Biaya puluhan juta dan tenaga yang terkuras selama haji, jadi sia-sia belaka.
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari-Nya. Oleh karenanya, senantiasalah memohon kepada Allah agar kita yang telah berhaji dimudahkan untuk meraih predikat haji mabrur. Yang tentu saja ini butuh usaha, dengan senantiasa memohon pertolongan Allah agar tetap taat dan menjauhi maksiat. Semoga Allah menganugerahi kita haji yang mabrur. Amin Yaa Mujibas Saailin.
Macam-Macam Haji
1. Haji Ifrad
Haji Ifrad adalah mendahulukan pelaksanaan ibadah haji baru kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan ibadah umrah. Jadi, dalam prakteknya, haji ifrad merupakan kebalikan dari haji tamattu’ meskipun keduanya sama-sama dikenal sebagai usaha memisahkan antara ibadah haji dan ibadah umrah. Dalam pelaksanaannya, waktu memakai ihram dari miqad dengan niat haji saja, kemudian tetap dalam keadaan ihram sampai selesai haji (hari raya kurban). Setelah selesai melaksanakan ibadah haji baru dilanjutkan dengan melaksanakan ibadah umrah. Yang melaksanakan haji ifrad tidak diharuskan membayar dam.
Menurut Syafi’I dan Maliki, haji ifrad adalah model manasik paling afdhal karena dengan manasik ini tidak membayar dam. Dan keharusan membayar dam ada dan terjadi dalam rangka denda untuk menyulam kekurangan yang terjadi. Sebagaimana haji Rasulullah saw, menurut kedua madzhab itu adalah termasuk haji ifrad.
Bagi jamaah Haji yang berangkat pada gelombang II, yang kedatangannya sudah mendekati waktu pelaksanaan Haji, maka sebaiknya melaksanakan Haji Ifrad, yaitu mendahulukan Haji baru kemudian melakukan Umrah.
Menurut Syafi’I dan Maliki, haji ifrad adalah model manasik paling afdhal karena dengan manasik ini tidak membayar dam. Dan keharusan membayar dam ada dan terjadi dalam rangka denda untuk menyulam kekurangan yang terjadi. Sebagaimana haji Rasulullah saw, menurut kedua madzhab itu adalah termasuk haji ifrad.
Bagi jamaah Haji yang berangkat pada gelombang II, yang kedatangannya sudah mendekati waktu pelaksanaan Haji, maka sebaiknya melaksanakan Haji Ifrad, yaitu mendahulukan Haji baru kemudian melakukan Umrah.
- Ihram Haji di Miqat ( Bandara King Abdul Aziz )
- Thawaf Qudum
- Sa’i ( bagi jamaah Haji yang sudah melakukan sa’i setelah thawaf qudum di atas maka setelah thawaf ifadloh tidak wajib sa’i lagi )
- Tanggal 9 Dzulhijjah Wukuf di Arafah
- Malam tanggal 10 Dzulhijjah Mabit di Muzdalifah
- Tanggal 10 Dzulhijjah mulai pertengahan malam melempar Jumrah Aqobah
- Tahallul Awal
- Thawaf Ifadloh lalu tahallul tsani
- Mabit di Mina pada tanggal 11,12 dan atau 13 Dzulhijjah
- Melempar ketiga Jumrah : Ula, Wustho dan Aqobah pada tanggal 11,12 dan atau 13 Dzulhijjah setelah matahari condong ke barat
- Kembali ke Makkah Al – Mukaromah pada tanggal 12 Dzul Hijjah bagi yang nafar awal, bagi yang tsani pada tanggal 13 Dzulhijjah.
2. Haji Tamattu'
Haji Tamattu’ adalah melaksanakan Umrah dulu, kemudian baru melaksanakan Haji. Bagi jamaah Haji Indonesia gelombang pertama menuju ke Madinah dulu untuk melaksanakan ziarah dan Sholat arba’in. Setelah itu baru ke Makkah untuk melaksanakan Umrah lalu Haji. Adapun gelombang II, Jamaah langsung menuju Makkah Al – Mukaromah. Baru setelah selesai Haji dan Umrah kemudian, melaksanakan ziarah dan Shalat Arba’in di Madinah.
BAGIAN PERTAMA : UMRAH
I. Kegiatan di Miqat
Bagi gelombang I Miqatnya di Bir Ali / Dzul Hulaifah. Sedangkan Gelombang II Miqatnya di bandara King Abdul Aziz.
1. Ihram Umrah
2. Menuju Makkah Al Mukaromah.
Naik bis bersama rombongan masing – masing, berangkat menuju Makkah dengan memperbanyak bacaan talbiyah, yang setiap 3 kali ditambah dengan Sholawat dan do’a.
II. Kegiatan di Makkah Al – Mukarramah.
1. Sampai di Makkah
2. Thawaf Umrah
3. Sa’i Antara Bukit Shafa dan Marwah
Adapun urut – urutannya adalah sebagai berikut :
4. Tahallul
Setelah selesai membaca do’a-do’a Sa’i kemudian melakukan Tahallul dengan memotong minimal tiga ( 3 ) helai rambut. Dengan Tahallul ini maka rangkaian Ibadah Umrah sudah selesai.
Perlu diketahui bahwa Umrah wajib atau Umrah sunnah kegiatan dan urutannya sama, namun Jamaah Haji Indonesia yang sedang berada di Tanah suci Makkah ketika akan melaksanakan Ihram Umrah Miqatnya ada beberapa tempat yaitu: Ji’ronah, Tan’im dan Hudaibiyah.
5. Menunggu Pelaksanaan Haji
Sambil menunggu mulainya pelaksanaan Haji tanggal 9 Dzul Hijjah (Wuquf di Arafah), maka waktu tersebut dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan Ibadah – ibadah sunnah terutama ibadah yang tidak bisa dilakukan di Indonesia, antara lain :
BAGIAN PERTAMA : UMRAH
I. Kegiatan di Miqat
Bagi gelombang I Miqatnya di Bir Ali / Dzul Hulaifah. Sedangkan Gelombang II Miqatnya di bandara King Abdul Aziz.
1. Ihram Umrah
- Bersuci / mandi, berwudlu, bercukur, menyisir rambut, memakai wangi – wangian.
- Memakai pakian Ihram.
- Shalat sunat Ihram 2 rakaat. Caranya setelah membaca surat Al – Fatihah rokaat pertama membaca surat Al – Kafirun, sedangkan setelah Surat Al – Fatihah rokaat ke dua mambaca surat Al – Ikhlas.
- Membaca do’a Ihram.
- Melafalkan niat Umrah
- Membaca Talbiyah, Sholawat dan Do’a
2. Menuju Makkah Al Mukaromah.
Naik bis bersama rombongan masing – masing, berangkat menuju Makkah dengan memperbanyak bacaan talbiyah, yang setiap 3 kali ditambah dengan Sholawat dan do’a.
II. Kegiatan di Makkah Al – Mukarramah.
1. Sampai di Makkah
- Ketika memasuki tanah Haram Makkah Al-Mukaramah membaca do’a
- Setelah meletakkan barang – barang dipondokan / hotel lalu membersihkan badan serta mempersiapkan diri, menuju Masjidil Haram.
- Masuk Masjidil Haram, disunnahkan lewat Babus Salam, dengan berdo’a.
- Berdo’a ketika melihat Ka’bah.
2. Thawaf Umrah
- Memulai Thawaf di garis coklat sambil melambaikan tangan ke arah Hajar Aswad dan kemudian mengecup telapak tangan (dilakukan setiap awal putaran) dengan membaca do’a.
- Melakukan Thawaf sebanyak 7 kali putaran, diawali dan diakhiri di garis coklat, langkah awal selalu kaki kanan.
- Membaca do’a – do’a ma’tsur pada tempat – tempat tertentu antara lain :
- Ketika di depan pintu Ka’bah.
- Ketika melintas Maqom Ibrahim
- Ketika lari – lari kecil pada 3 putaran pertama.
- Ketika melintasi Rukun Iroqi, talang emas (mizab) dan Rukun Syami.
- Ketika melintas sudut / rukun yang yamani, isyarat dengan melambaikan tangan tanpa dikecup.
- Ketika melintas antara sudut / rukun Yamani sampai Hajar Aswad.
- Membaca do’a apa saja yang di kehendaki atau membaca Tasbih.
- Setelah selesai Thawaf 7 kali putaran, menuju ke Multazam ( kalau bisa ) untuk berdo’a, dengan do’a apa saja, untuk kebaikan di dunia dan Akhirat, bagi diri sendiri, keluarga serta orang lain.
- Shalat sunnah Thawaf 2 rokaat di belakang Maqam Ibrahim, kemudian berdo’a dengan do’a – do’a yang dikehendaki.
- Kemudian Shalat di dalam HIJR ISMAIL ( kalau bisa ), shalat sunnah mutlak dan berdo’a.
- Menuju sumur Zam – zam, meminum air Zam – zam dengan menghadap kiblat sambil berdo’a.
3. Sa’i Antara Bukit Shafa dan Marwah
- Sa’i dilaksanakan 7 kali perjalanan antara Shafa dan Marwah.
- Perjalanan dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah.
- Perjalanan dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali perjalanan dan dari Marwah ke Shafa juga dihitung satu kali.
Adapun urut – urutannya adalah sebagai berikut :
- Menuju Bukit Shafa.
- Di bukit Shafa menghadap Ka’bah sambil berdo’a untuk memulai sa’i.
- Kemudian turun menuju Marwah sambil berdo’a yang dikehendaki
- Ketika melintas antara pilar hijau, baik ketika menuju Marwah ataupun Shafa disunnahkan berlari – lari kecil bagi laki – laki sambil berdo’a.
- Setelah mendekati Marwah ataupun Shafa membaca do’a
- Setelah selesai Sa’i 7 perjalanan dan masih berada di atas bukit Marwah, membaca do’a yang dikehendaki dengan menghadap Ka’bah.
4. Tahallul
Setelah selesai membaca do’a-do’a Sa’i kemudian melakukan Tahallul dengan memotong minimal tiga ( 3 ) helai rambut. Dengan Tahallul ini maka rangkaian Ibadah Umrah sudah selesai.
Perlu diketahui bahwa Umrah wajib atau Umrah sunnah kegiatan dan urutannya sama, namun Jamaah Haji Indonesia yang sedang berada di Tanah suci Makkah ketika akan melaksanakan Ihram Umrah Miqatnya ada beberapa tempat yaitu: Ji’ronah, Tan’im dan Hudaibiyah.
5. Menunggu Pelaksanaan Haji
Sambil menunggu mulainya pelaksanaan Haji tanggal 9 Dzul Hijjah (Wuquf di Arafah), maka waktu tersebut dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan Ibadah – ibadah sunnah terutama ibadah yang tidak bisa dilakukan di Indonesia, antara lain :
- Umrah Sunnah
- Thawaf Sunnah
- Jamaah Shalat Maktubah (Shalat Wajib) di Masjidil Haram
- I’tikaf, Shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, berdzikir dan berdo’a di Masjidil Haram
- Menjaga diri dari perkara yang melanggar agama dan etika.
- Di samping hal – hal tersebut diatas jangan lupa menjaga kesehatan badan.
3. Haji Qiran
Melaksanakan Haji sekaligus Umrah
Syarat Rukun dan Wajib Haji
a. Syarat Haji :
b. Rukun Haji :
Catatan : Rukun haji harus dilaksanakan bila ada salah satu atau lebih tidak dilaksanakan, maka tidak dapat diganti dengan dam (denda), dan hajinya batal (tidak sah).
c. Wajib Haji :
Catatan : Wajib Haji harus dilaksanakan dan apabila salah satu ada yang ditinggalkan, maka hajinya sah tapi harus membayar dam (denda).
- Islam
- Baligh
- Berakal sehat
- Merdeka
- Mampu
b. Rukun Haji :
- Ihram
- Wukuf di Arafah
- Thawaf Ifadlah
- Sa’i
- Memotong rambut / Tahallul
- Tertib
Catatan : Rukun haji harus dilaksanakan bila ada salah satu atau lebih tidak dilaksanakan, maka tidak dapat diganti dengan dam (denda), dan hajinya batal (tidak sah).
c. Wajib Haji :
- Ihram dari Miqat
- Mabit di Muzdalifah
- Mabit di Mina
- Melempar Jumrah
- Thawaf Wada’
Catatan : Wajib Haji harus dilaksanakan dan apabila salah satu ada yang ditinggalkan, maka hajinya sah tapi harus membayar dam (denda).
3. IBADAH UMRAH
Pengertian Umrah
Umrah adalah berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan Thawaf, Sa’i dan Tahallul dalam waktu yang tidak ditentukan, untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Umrah diwajibkan pada kaum muslimin – muslimat sekali seumur hidup bagi yang sudah mampu, sebagaimana Haji.
Umrah diwajibkan pada kaum muslimin – muslimat sekali seumur hidup bagi yang sudah mampu, sebagaimana Haji.
Syarat, Rukun dan Wajib Umrah
a. Syarat Umrah
b. Rukun Umrah
c. Wajib Umrah
Wajib Umrah hanya satu yaitu Ihram dari Miqat.
- Islam
- Baligh
- Berakal Sehat
- Merdeka
- Mampu
b. Rukun Umrah
- Ihram
- Thawaf
- Sa’i
- Tahallul
- Tertib
c. Wajib Umrah
Wajib Umrah hanya satu yaitu Ihram dari Miqat.
4. LARANGAN DALAM IHRAM
Ada beberapa hal yang dilarang ketika sedang Ihram, antara lain :
1. Bagi setiap laki-laki tidak boleh memakai pakaian yang ada jahitannya.
Ibnu Umar r.a. berkata seorang sahabat telah bertanya (kepada Nabi Saw.), ”Wahai utusan Allah, pakaian apa yang boleh dikenakan bagi orang yang berihram?” Jawab beliau, ”Tidak boleh mengenakan baju, sorban, celana topi dan khuf (sarung kaki yang terbuat dari kulit), kecuali seseorang yang tidak mendapatkan sandal, maka pakailah khuf, namun hendaklah ia memotongnya dari bawah dua mata kakinya; dan janganlah kamu mengenakan pakaian yang dicelup dengan pewarna atau warna merah.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:401 no:1542, Muslim II:834 no:1177, ’Aunul Ma’bud V:269 no:1806, dan Nasa’i V:129).
Dan diberi keringanan bagi orang yang tidak memiliki kecuali celana panjang dan khuf agar mengenakan keduanya tanpa harus memotong. Ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas r.a. bertutur, saya pernah mendengar Nabi saw. berkhutbah di ’Arafah, ”Barangsiapa yang tidak mendapatkan sandal, maka pakailah khuf; dan barangsiapa yang tidak mendapatkan kain panjang maka pakailah celana [beliau mengucapkan hal ini untuk orang yang berihram].”
(Bukhari wa Muslim: Fathul Bari IV:57 no:1841, Nasa’i V:132, Muslim II:835 no:1178, Tirmidzi II:165 no:835, dan ‘Aunul Ma’bud V:275 no:1812).
2. Bagi setiap laki – laki tidak boleh memakai sepatu yang sampai menutupi mata kakinya.
3. Bagi setiap laki-laki tidak boleh menutupi kepala baik sebagian ataupun seluruhnya.
Hal ini mengacu kepada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a., ”Tidak boleh memakai baju dan tidak (pula) sorban.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:1012).
Namun boleh berteduh di bawah kemah dan semisalnya, karena dalam hadits riwayat Jabir ra yang telah dimuat dalam beberapa halaman sebelumnya bahwa Nabi saw. menyuruh (seorang sahabat) menyediakan kemah, lalu dipasanglah kemah untuk beliau di Namirah, kemudian beliau singgah di dalamnya).
4. Bagi setiap wanita tidak boleh menutup wajahnya.
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi Muhammad bersabda, ”Janganlah seorang perempuan yang berihram mengenakan cadar dan jangan (pula) menggunakan kaos tangan.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:1022, Fathul Bari IV:52 no:1838, ’Aunul Ma’bud V:271 no:1808, Nasa’i V:133, dan Tirmidzi II:164 no:834).
Namun boleh bagi perempuan menutup wajahnya bila ada sejumlah laki-laki yang lewat di dekatnya.
Dari Hisyam bin ‘Urwah dari Fathimah binti al-Mundzir bahwa ia pernah bertutur, “Kami pernah menutup wajah kami sewaktu kami berihram, dan kami bersama Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq.” (Shahih: Urwa-ul Ghalil no:1023, Muwattha’ Imam Malik hal.224 no:724, dan Mustadrak Hakim I:454).
5. Bagi setiap wanita tidak boleh memakai kaos tangan.
6. Bagi setiap wanita tidak boleh membuka tutup kepala baik sebagian atau seluruhnya.
7. Memakai wewangian
berdasarkan hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a., “Dan, janganlah kamu mengenakan pakaian yang dicelup dengan ra’faran (kumkuka) atau dengan waras (sebangsa celupan berwarna merah).” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III:401 no: 1542, Muslim II:834 no: 117, ‘Aunul Ma’bud V:269 no:1806, dan Nasa’i V:129)
Dan, sabda Rasulullah saw. tentang seorang yang berihram yang terlempar dari atas untanya hingga wafat, ”Janganlah kalian memulurinya (dengan balsam) agar tetap awet dan jangan (pula) menutup kepalanya; karena sesungguhnya dia akan dibangkitkan pada hari kiamat (kelak) dalam keadaan membaca talbiyah.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:135 no:265, Muslim II:865 no:1206, ’Aunul Ma’bud IX:63 no:3222-3223, dan Nasa’i V:196).
8. Memotong kuku dan rambut / bulu badan.
Allah SWT berfirman, “…Dan janganlah kamu mencukur rambutmu, sebelum binatang hadyu sampai di lokasi penyembelihannya….” (Al-Baqarah:196).
Di samping itu, para ‘ulama sepakat atas haramnya memotong kuku bagi orang yang sedang berihram. (al-Ijma’ oleh Ibnul Mundzir hal. 57).
Boleh saja menghilangkan rambut bagi orang yang merasa terganggu dengan adanya rambut tersebut, namun ia harus membayar fidyah, Allah SWT menegaskan, “… Jika ada diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya bayar fidyah, yaitu berpuasa atau berhadaqah atau berkorban….” (Al-Baqarah:196).
Dari Ka’ab bin ’Ujrah r.a. bahwa Nabi saw. melewatinya ketika ia berada di daerah Hudaibiyah sebelum masuk Mekkah dan ia sedang berihram ketika menyalakan api di bawah kualinya, sementara kutunya berkeliaran di wajahnya, lalu beliau bertanya, ”Apakah kutumu ini mengganggumu?” Jawabnya, ”Ya, (menggangu),” Sabda beliau (lagi), ”Maka cukurlah rambutmu dan berilah makan tiga sha’ makanan (yang dibagi bagi) antara enam orang miskin, atau berpuasalah tiga hari atau berkurban seekor binatang kurban!” (Muttafaqun ’alaih: Muslim II”861 no:83 dan 1201 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari IV:12 no:1814 ’Aunul Ma’bud V:309 no:1739, Nasa’i V:194, Tirmidzi II:214 no:960 dan Ibnu Majah II:1028 no:3079).
9. Membunuh atau memburu binatang darat.
Allah SWT berfirman, “Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat selama kamu dalam keadaan ihram.” (Al-Ma-idah:96).
Di samping itu, ada sabda Nabi saw, yaitu tatkala beliau ditanya oleh para sahabat yang sedang berihram perihal seekor keledai betina yang ditangkap dan disembelih oleh Ibu Qatadah yang tidak ikut berihram. Maka jawab beliau, “Adakah seorang di antara kamu sekalian yang menyuruh dia (Abu Qatadah) agar menangkapnya, atau memberi isyarat ke tempat binatang itu?” Maka jawab mereka, “Tidak ada.” Sabda beliau (lagi), “Maka makanlah!” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari V:28 no:1824, Muslim II:853 no:60 dan 1196, Nasa’i V:186 sema’na).
10. Memotong atau mencabut tanaman di tanah Haram.
11. Nikah atau menikahkan.
Berdasarkan hadits Utsman dari Usman r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, ”Orang yang berihram tidak boleh menikahi, tidak boleh dinikahi, dan tidak boleh melamar.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no:814, Muslim II:1030 no:1409, ’Aunul Ma’bud V:296 no:1825, Tirmidzi II:167 no:842, dan Nasa’i V:192).
12. Bercumbu rayu dan bersetubuh.
13. Mencaci-maki atau mengucapkan kata-kata kotor.
1. Bagi setiap laki-laki tidak boleh memakai pakaian yang ada jahitannya.
Ibnu Umar r.a. berkata seorang sahabat telah bertanya (kepada Nabi Saw.), ”Wahai utusan Allah, pakaian apa yang boleh dikenakan bagi orang yang berihram?” Jawab beliau, ”Tidak boleh mengenakan baju, sorban, celana topi dan khuf (sarung kaki yang terbuat dari kulit), kecuali seseorang yang tidak mendapatkan sandal, maka pakailah khuf, namun hendaklah ia memotongnya dari bawah dua mata kakinya; dan janganlah kamu mengenakan pakaian yang dicelup dengan pewarna atau warna merah.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:401 no:1542, Muslim II:834 no:1177, ’Aunul Ma’bud V:269 no:1806, dan Nasa’i V:129).
Dan diberi keringanan bagi orang yang tidak memiliki kecuali celana panjang dan khuf agar mengenakan keduanya tanpa harus memotong. Ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas r.a. bertutur, saya pernah mendengar Nabi saw. berkhutbah di ’Arafah, ”Barangsiapa yang tidak mendapatkan sandal, maka pakailah khuf; dan barangsiapa yang tidak mendapatkan kain panjang maka pakailah celana [beliau mengucapkan hal ini untuk orang yang berihram].”
(Bukhari wa Muslim: Fathul Bari IV:57 no:1841, Nasa’i V:132, Muslim II:835 no:1178, Tirmidzi II:165 no:835, dan ‘Aunul Ma’bud V:275 no:1812).
2. Bagi setiap laki – laki tidak boleh memakai sepatu yang sampai menutupi mata kakinya.
3. Bagi setiap laki-laki tidak boleh menutupi kepala baik sebagian ataupun seluruhnya.
Hal ini mengacu kepada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a., ”Tidak boleh memakai baju dan tidak (pula) sorban.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:1012).
Namun boleh berteduh di bawah kemah dan semisalnya, karena dalam hadits riwayat Jabir ra yang telah dimuat dalam beberapa halaman sebelumnya bahwa Nabi saw. menyuruh (seorang sahabat) menyediakan kemah, lalu dipasanglah kemah untuk beliau di Namirah, kemudian beliau singgah di dalamnya).
4. Bagi setiap wanita tidak boleh menutup wajahnya.
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi Muhammad bersabda, ”Janganlah seorang perempuan yang berihram mengenakan cadar dan jangan (pula) menggunakan kaos tangan.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:1022, Fathul Bari IV:52 no:1838, ’Aunul Ma’bud V:271 no:1808, Nasa’i V:133, dan Tirmidzi II:164 no:834).
Namun boleh bagi perempuan menutup wajahnya bila ada sejumlah laki-laki yang lewat di dekatnya.
Dari Hisyam bin ‘Urwah dari Fathimah binti al-Mundzir bahwa ia pernah bertutur, “Kami pernah menutup wajah kami sewaktu kami berihram, dan kami bersama Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq.” (Shahih: Urwa-ul Ghalil no:1023, Muwattha’ Imam Malik hal.224 no:724, dan Mustadrak Hakim I:454).
5. Bagi setiap wanita tidak boleh memakai kaos tangan.
6. Bagi setiap wanita tidak boleh membuka tutup kepala baik sebagian atau seluruhnya.
7. Memakai wewangian
berdasarkan hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a., “Dan, janganlah kamu mengenakan pakaian yang dicelup dengan ra’faran (kumkuka) atau dengan waras (sebangsa celupan berwarna merah).” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III:401 no: 1542, Muslim II:834 no: 117, ‘Aunul Ma’bud V:269 no:1806, dan Nasa’i V:129)
Dan, sabda Rasulullah saw. tentang seorang yang berihram yang terlempar dari atas untanya hingga wafat, ”Janganlah kalian memulurinya (dengan balsam) agar tetap awet dan jangan (pula) menutup kepalanya; karena sesungguhnya dia akan dibangkitkan pada hari kiamat (kelak) dalam keadaan membaca talbiyah.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:135 no:265, Muslim II:865 no:1206, ’Aunul Ma’bud IX:63 no:3222-3223, dan Nasa’i V:196).
8. Memotong kuku dan rambut / bulu badan.
Allah SWT berfirman, “…Dan janganlah kamu mencukur rambutmu, sebelum binatang hadyu sampai di lokasi penyembelihannya….” (Al-Baqarah:196).
Di samping itu, para ‘ulama sepakat atas haramnya memotong kuku bagi orang yang sedang berihram. (al-Ijma’ oleh Ibnul Mundzir hal. 57).
Boleh saja menghilangkan rambut bagi orang yang merasa terganggu dengan adanya rambut tersebut, namun ia harus membayar fidyah, Allah SWT menegaskan, “… Jika ada diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya bayar fidyah, yaitu berpuasa atau berhadaqah atau berkorban….” (Al-Baqarah:196).
Dari Ka’ab bin ’Ujrah r.a. bahwa Nabi saw. melewatinya ketika ia berada di daerah Hudaibiyah sebelum masuk Mekkah dan ia sedang berihram ketika menyalakan api di bawah kualinya, sementara kutunya berkeliaran di wajahnya, lalu beliau bertanya, ”Apakah kutumu ini mengganggumu?” Jawabnya, ”Ya, (menggangu),” Sabda beliau (lagi), ”Maka cukurlah rambutmu dan berilah makan tiga sha’ makanan (yang dibagi bagi) antara enam orang miskin, atau berpuasalah tiga hari atau berkurban seekor binatang kurban!” (Muttafaqun ’alaih: Muslim II”861 no:83 dan 1201 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari IV:12 no:1814 ’Aunul Ma’bud V:309 no:1739, Nasa’i V:194, Tirmidzi II:214 no:960 dan Ibnu Majah II:1028 no:3079).
9. Membunuh atau memburu binatang darat.
Allah SWT berfirman, “Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat selama kamu dalam keadaan ihram.” (Al-Ma-idah:96).
Di samping itu, ada sabda Nabi saw, yaitu tatkala beliau ditanya oleh para sahabat yang sedang berihram perihal seekor keledai betina yang ditangkap dan disembelih oleh Ibu Qatadah yang tidak ikut berihram. Maka jawab beliau, “Adakah seorang di antara kamu sekalian yang menyuruh dia (Abu Qatadah) agar menangkapnya, atau memberi isyarat ke tempat binatang itu?” Maka jawab mereka, “Tidak ada.” Sabda beliau (lagi), “Maka makanlah!” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari V:28 no:1824, Muslim II:853 no:60 dan 1196, Nasa’i V:186 sema’na).
10. Memotong atau mencabut tanaman di tanah Haram.
11. Nikah atau menikahkan.
Berdasarkan hadits Utsman dari Usman r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, ”Orang yang berihram tidak boleh menikahi, tidak boleh dinikahi, dan tidak boleh melamar.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no:814, Muslim II:1030 no:1409, ’Aunul Ma’bud V:296 no:1825, Tirmidzi II:167 no:842, dan Nasa’i V:192).
12. Bercumbu rayu dan bersetubuh.
13. Mencaci-maki atau mengucapkan kata-kata kotor.
5. SUNNAH HAJI DAN UMRAH
Sunnah Haji dan Umrah Secara Umum
- Melaksanakan Haji Ifrad
- Memperbanyak membaca Talbiyah
- Thawaf Qudum (bagi yang melak-sanakan Haji Ifrad )
- Shalat sunnah Thawaf
- Mandi : ada berapa macam, diantaranya : mandi Ihram, mandi masuk tanah haram (Makkah dan Madinah), mandi Wukuf, serta mandi Mabit di Muzdalifah.
- Berpakaian Ihram dengan kain putih
- Minum air Zamzam
Sunnah Haji dan Umrah Secara Rinci
a. Perkara yang disunnahkan saat Ihram :
b. Perkara yang disunnahkan saat Thawaf :
- Bersuci ( mandi dan wudlu )
- Memakai wangi – wangian
- Shalat sunnah Ihram dan berdo’a
- Menghadap Kiblat ketika akan memulai Ihram
- Mengucapkan Niat dengan lisan serta berdo’a setelahnya
- Memperbanyak bacaan Talbiyah dan Shalawat
b. Perkara yang disunnahkan saat Thawaf :
- Thawaf dengan berjalan kaki
- Memulai Thawaf dengan posisi menghadap Kiblat
- Mengusap Hajar Aswad, atau kalau tidak memungkinkan cukup isyarat dengan melambaikan tangan lalu dikecup
- Membaca do’a – do’a ma’tsur
- Berlari – lari kecil pada tiga putaran pertama
- Mengusap Rukun Yamani / isyarah tanpa dikecup
- Berdo’a di Multazam
- Shalat sunnah Thawaf di belakang Maqam Ibrahim
- Shalat sunnah Mutlaq di Hijir Ismail
- Minum air Zamzam
- Muwalah ( nuli – nuli )
6. MANASIK HAJI DAN UMRAH
Manasik haji yang afdhol dan utama adalah tamattu’, yaitu seorang melakukan umrah pada bulan-bulan haji (Syawwal, Dzulqo’dah, dan awal bulan Dzulhijjah) yang diakhiri tahallul. Kemudian dilanjutkan kegiatan haji pada tanggal 8 Dzulhijjah dengan memakai ihram menuju Mina.Intinya, dimulai dengan umrah, lalu dilanjutkan dengan haji.
Tata Cara Umrah (Bagi Haji Tamattu')
1. Ihram :
“Ya Allah aku penuhi panggilanmu melaksanakan umrah”.
Talbiyah ini dibaca hingga tiba di Makkah.
2. Tawaf
Baca doa ini dari Rukun Yamani Sampai ke Hajar Aswad.
3. Sa’i
لا إله إلا الله وحده , أنجز وعده ونصر عبده وهزم الأحزاب وحده
Ini dilakukan tiga kali. Setiap kali selesai membaca doa ini, maka dianjurkan berdoa banyak dan doanya bebas. Tak ada doa khusus. Silakan pilih doa sendiri.
لا إله إلا الله وحده , أنجز وعده ونصر عبده وهزم الأحزاب وحده
Ini dilakukan tiga kali. Setiap kali selesai membaca doa ini, maka dianjurkan berdoa banyak dan doanya bebas. Tak ada doa khusus. Silakan pilih doa sendiri.
- Sebelum pakai ihram, maka mandilah, pakailah minyak wangi pada badan , bukan pada pakaian.
- Lalu pakailah ihram bagi pria. Wanita tetap memakai jilbab panjang/kerudung.
- Ketika di miqot, menghadaplah ke kiblat sambil membaca doa masuk ihram:
“Ya Allah aku penuhi panggilanmu melaksanakan umrah”.
- Setelah itu, perbanyak membaca talbiyah yang berbunyi:
Talbiyah ini dibaca hingga tiba di Makkah.
- Jika seorang sudah ihram dan baca doa ihram di miqot, maka telah diharamkan baginya melakukan perkara berikut: Jimak beserta pengantarnya,melakukan dosa, debat dalam perkara sia-sia,memakai pakaian biasa yang berjahit, tutup kepala bagi pria, pakai parfum, memotong/cabut rambut dan bulu, memotong kuku, berburu, melamar, dan akad nikah.
- Namun dibolehkan perkara berikut: Mandi, garuk badan, menyisiri kepala, bekam, cium bau harum, menggunting kuku yang hampir patah,melepas gigi palsu, bernaung pada sesuatu yang tak menyentuh kepala-seperti, payung, mobil, pohon, bangunan, dll-, memakai ikat pinggang, memakai sandal, cincing, jam dan kaca mata.
2. Tawaf
- Putuskan talbiyah, jika tiba di Makkah.
- Masuk masjidil Haram sambil baca doa masuk masjid:
- Tawaflah dari Hajar Aswad sambil menampakkan lengan kanan
- Jika tiba di Hajar Aswad , bacalah doa: “Bismillahi wallahu akbar” sambil cium Hajar Aswad atau jika tak bisa diisyaratkan dengan tangan kanan. Lalu mulailah berputar dengan perbanyak doa dan dzikir.
- Tiba di Rukun Yamani, maka usap Rukun Yamani. Setelah itu baca doa ini:
Baca doa ini dari Rukun Yamani Sampai ke Hajar Aswad.
- Demikianlah seterusnya sampai selesai 7 putaran yang diakhiri di Hajar Aswad atau garis lurus ke Hajar Aswad.
- Usai tawaf, sholat sunnatlah dua raka’at di belakang maqom Ibrahim menghadap kiblat dengan membaca Al-Fatihah dan Al-Kafirun dalam raka’at pertama.Lalu Al-Fatihah dan Al-Ikhlash dalam raka’at.
- Belakangilah kiblat untuk menuju ke kran-kran air Zam-Zam. Minum air Zam-Zam sebanyaknya, lalu siram kepala, tapi jangan mandi atau wudhu disitu!!
- Usai minum, datanglah ke Hajar Aswad/garis lurus HajarAswad untuk mencium atau isyarat kepadanya sambil baca: “Bismillahi wallahu akbar”.
- Setelah itu, belakangi kiblat. Maka disana anda temukan bukit Shofa untuk melaksanakan sa’i.
3. Sa’i
- Mendakilah ke shofa sambil berdoa:
- Jika telah berada di atas Shofa, menghadap ke kiblat , maka bacalah Allahu akbar (3X), dan Laa ilaaha illallah (3X) sambil angkat tangan berdoa:
لا إله إلا الله وحده , أنجز وعده ونصر عبده وهزم الأحزاب وحده
Ini dilakukan tiga kali. Setiap kali selesai membaca doa ini, maka dianjurkan berdoa banyak dan doanya bebas. Tak ada doa khusus. Silakan pilih doa sendiri.
- Setelah itu berjalanlah dengan pelan menuju bukit Marwah. Jika tiba dibatas/isyarat lampu hijau, berlarilah semampunya hingga diisyarat berikutnya yang juga warna hijau.
- Jika telah lewat isyarat tsb, jalanlah pelan hingga tiba di Marwah.
- Kalau sudah di atas Marwah, baca lagi Allahu akbar (3X), dan Laa ilaaha illallah (3X) sambil angkat tangan berdoa:
لا إله إلا الله وحده , أنجز وعده ونصر عبده وهزم الأحزاب وحده
Ini dilakukan tiga kali. Setiap kali selesai membaca doa ini, maka dianjurkan berdoa banyak dan doanya bebas. Tak ada doa khusus. Silakan pilih doa sendiri.
- Dari Shofa ke Marwah, terhitung satu putaran. Lalu dari Marwah ke Shofa, itu sudah dua putaran. Intinya: bilangan genap selalu di Shofa, dan ganjil di Marwah. Jadi, 7 putaran yang akan kita lakukan berakhir di Marwah
- Jika selesai 7 putaran yang tetap diakhiri doa di atas, maka keluarlah dari Marwah ke tukang cukur dan lakukan tahallul. Bagi pria rambut dicukur rata-tanpa digundul-, dan bagi wanita potong ujung rambut seukuran 1 ruas jari.Wanita usahakan bawa gunting sendiri sehingga bisa potong sendiri.
- Nah, selesailah umrah kita dengan tahallul tsb. Sekarang boleh pakai baju biasa dan melakukan beberapa hal yang dilarang dalam umrah, selain ma’shiyat. Boleh jimak dengan istri, pakai parfum, potong kuku,dll.
Tata Cara Haji
Adapun tata haji secara ringkas dan sesuai sunnah, maka silakan ikuti petunjuk dan amalan-amalan berikut ini:
1. Ihram
2. Mabit/Bermalam di Mina
3. Wuquf/Berdiam Diri di Arafah
4. Mabit/Bermalam di Muzdalifah
5. Melempar Jumrah Aqobah/Kubro
6. Mencukur Rambut/Tahallul Pertama
7. Menyembelih Kambing
8. Tawaf Ifadhoh
9. Sa’i
10. Mabit/Bermalam di Mina
11. Tawaf Wada’/Tawaf Perpisahan
1. Ihram
- Usai melaksanakan umrah, kita tunggu tanggal 8 Dzulhijjah yang disebut “Hari Tarwiyah”.Maka mulailah ihram di hotel masing-masing di Makkah yang diawali dengan mandi, dan pakai parfum di badan, bukan di pakaian ihram.
- Setelah pakai ihram, bacalah doa ihram:
2. Mabit/Bermalam di Mina
- Lalu berangkatlah ke Mina pada pagi hari setelah terbit matahari, tanggal 8 Dzulhijjah tsb.
- Sesampai di Mina, qoshor ,tanpa di jama’ antara sholat Zhuhur dan Ashar. Artinya: Kerjakan sholat Zhuhur 2 raka’at pada waktunya dan Ashar dua raka’at pada waktunya.
- Demikian pula Sholat Maghrib dan Isya’ diqoshor, tanpa dijama’.
- Bermalamlah di Mina agar bisa sholat Shubuh disana sebagaimana sunnah Nabi –Shollallahu alaihi wasallam-.
3. Wuquf/Berdiam Diri di Arafah
- Usai sholat Shubuh di Mina, berangkatlah ke Arafah setelah terbit matahari.Waktu itu sudah tanggal 9 Dzulhijjah.Sambil bertalbiyah.
- Tiba di Arafah lakukan sholat Zhuhur dan Ashar dua-dua raka’at, yaitu dijama’taqdim dan qoshor.
- Jika anda sudah jelas berada dalam batas Arafah, berdolah sambil angkat tangan.Disini tak ada doa yang diwajibkan, bebas berdoa. Namun jika mau berdoa, maka pakailah doa Nabi-Shollallahu alaih wasallam- dan perbanyak baca:
- Tetaplah berdoa sampai tenggelam matahari. Ingat jangan sampai waktu kalian habis bicara dan jalan. Gunakan baik-baik untuk berdoa karena Allah Ta’ala mendekat ke langit dunia di hari Arafah.
- Ingat jangan sampai tinggalkan Arafah sebelum matahari terbenam !!
4. Mabit/Bermalam di Muzdalifah
- Tinggalkanlah Arafah setelah matahari terbenam menuju Muzdalifah.
- Setiba di Muzdalifah, langsung kerjakan sholat Maghrib dan Isya’ dengan jama’ta’khir dan qoshor.Artinya: Maghrib dikerjakan di waktu Isya’ tetap 3 raka’at, dan Isya’ 2 raka’at.
- Usai sholat, istirahat dan tidurlah, jangan ada kegiatan karena besok ada kegiatan berat. Jika mau, berwitir sebelum tidur seperti kebiasaan anda sehari-hari. Tak usah pungut batu di malam itu seperti sebagian orang karena itu juga tak ada sunnahnya !
- Bermalamlah di Muzdalifah sampai shubuh agar bisa kerjakan sholat shubuh disana.
- Usai sholat shubuh, duduklah banyak berdzikir dan berdoa sambil angkat tangan atau bertalbiyah. Hindari dzikir jama’ah karena tak ada tuntunannya dalam agama kita.
- Jangan tinggalkan Muzdalifah selain orang-orang lemah, seperti orang tua lansia, wanita, anak kecil, dan petugas haji. Orang ini boleh pergi setelah pertengahan malam.
5. Melempar Jumrah Aqobah/Kubro
- Tinggalkan Muzdalifah sebelum terbit matahari pada tanggal 10 Dzulhijjah hari ied , sambil bertakbir, dan bertalbiyah menuju Mina melempar.
- Boleh pungut batu yang seukuran antara biji coklat dan biji kacang dimana saja, baik di perjalanan menuju Mina atau di Mina sendiri ataupun dimana saja.
- Lemparlah Jumrah Aqobah setelah terbitnya matahari sebanyak 7 lemaparan batu kecil yang anda pungut tadi. Ketika melempar menghadap Jumrah, maka jadikan Makkah sebelah kirimu, dan Mina (lokasi perkemahan) sebelah kananmu.
- Setiap kali melemparkan batu kecil tsb, ucapkanlah “Allahu akbar” dan usahakan masuk ke dalam kolam. Jika meleset dari kolam, ulangi.Dan Seusai melempar, putuskan talbiyah.
6. Mencukur Rambut/Tahallul Pertama
- Seusai melempar, maka gundullah rambut kalian atau pendekkan/cukur rata. Adapun wanita, maka potong rambut sendiri dengan gunting yang dibawa seukuran 1 ruas jari.
- Dengan ini berarti anda telah melakukan tahallul awal. Maka anda sekarang boleh pakaian biasa, gunakan parfum, gunting kuku dan bulu, dll. Namun Jimak dengan istri belum boleh !!
7. Menyembelih Kambing
- Sembelihlah kambing pada tanggal 10 Dzulhijjah atau setelahnya pada hari-hari tasyriq (tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah).
- Dilarang keras menyembelih kambing sebelum tanggal 10 Dzulhijjah. Barangsiapa yang menyembelih sebelum tgl tsb, maka sembelihannya tidak sah, harus diganti, atau puasa 3 hari pada hari-hari tasyriq, dan 7 hari di Indonesia.
- Bagi petugas pembeli dan penyembelih kambing yang biasanya dijabat oleh ketua kloter atau pembimbing, maka kami nasihatkan agar takut kepada Allah jangan sampai menyembelih hadyu/kambingnya sebelum tgl 10.Jika kalian lakukan itu, maka kalian telah berdosa karena membuat ibadah orang kurang paahalanya. Jika pengurus ambil keuntungan dari kambing yang disembelih sebelum tgl 10 tersebut, maka ia telah memakan harta orang dengan cara yang haram dan batil. Bertaqwalah kepada Allah dan takut pada hari kalian akan diadili di padang Mahsyar !!
- Menyembelih hewan korban bagi jama’ah haji tidaklah wajib, yang wajib hari itu adalah menyembelih kambing yang memang wajib dilakukan oleh haji tamattu’ atau qiron. Kambing ini disebut “hadyu”. Jangan sampai tertipu dengan sebagian orang yang tidak takut kepada Allah yang mewajibkan potong hewan korban di waktu itu, padahal tidak wajib karena hanya semata-mata ingin meraih keuntungan yang banyak !!
8. Tawaf Ifadhoh
- Setelah cukur dan memakai baju biasa, berangkatlah menuju Makkah untuk tawaf ifadhoh.
- Lakukan tawaf sebagaimana waktu umrah sebanyak 7 putaran, lalu sholat sunnat 2 raka’at di belakang maqom Ibrahim.Kemudian mengarahlah ke kran-kran air Zamzam untuk minum sebanyak-banyak dan siram kepala. Setelah itu kembali ke Hajar Aswad cium atau lambaikan tangan pada garis lurus dengan Hajar Aswad.
9. Sa’i
- Berikutnya anda menuju ke shofa dan lakukan amalan-amalan sebagaimana telah dijelaskan pada “Tata Cara Umrah”, tadi di atas.
- Usai 7 Putaran, maka anda dianggap telah bertahallul kedua, namun tanpa bercukur lagi. Maka dengan ini anda dibolehkan melakukan jimak dengan istri.
- Tawaf Ifadhoh dan sa’I boleh dilakukan hari-hari tasyriq atau sisa hari-hari haji lainnya selama Anda disana. Tapi lebih cepat lebih bagus. Namun ingat, jangan sampai jimak sebelum lakukan 2 hal ini.
10. Mabit/Bermalam di Mina
- Selesai tawaf Ifadhoh dan sa’I di Makkah,maka kembalilah ke Mina untuk bermalam selama 2 atau 3 hari. Bermalam disana wajib.
- Selama 3 hari di Mina, sholat Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya’ dikerjakan secara qoshor. Artinya dikerjakan Zhuhur dua raka’at pada waktunya, Ashar 2 raka’at pada waktunya, dan Maghrib tetap pada waktunya, serta Isya’ 2 raka’at pada waktunya.
- Siang harinya tgl 11 setelah shalat zhuhur, berangkatlah ke 3 jumrah untuk melempar, dan ambil batu dimana saja sebanyak 21 biji.
- Berikut anda berangkat ke tempat pelemparan, dan lemparlah 3 jumrah tsb, yang dimulai dengan Jumrah Shughra dekat Masjid Khoif sebanyak 7 lemparan.
- Di Jumrah Shughra ini, lakukan beberapa amalan berikut: 1- Ketika melempar disini menghadaplah ke arah Jumrah dengan menjadikan Makkah sebelah kirimu & Mina (lokasi perkemahan) sebelah kananmu, 2- Lemparlah Jumrah shughra dengan batu kecil sambil ucapkan “Allahu akbar” setiap kali melempar, 3-Carilah tempat sunyi untuk berdo’a disini menghadap kiblat sambil angkat tangan.
- Lalu anda menuju ke Jumrah Wustho (tengah) dan lakukanlah 3 amalan yang anda lakukan tadi di Jumrah Wustho.
- Selanjutnya menuju ke Jumrah Kubro yg biasa disebut “Jumrah Aqobah”, dan lakukan juga amalan disini yang anda lakukan di Jumrah Shughro dan Wustho. Cuma disini anda tak dianjurkan berdoa. Tapi lansung pergi !! Inilah yang dilakukan pada tgl 11.
- Pada tgl 12 & 13 Dzulhijjah, lakukanlah saat itu apa yang anda lakukan pada tgl 11 tadi di atas.
- Jika anda tergesa-gesa karena ada hajat, anda boleh tinggalkan Mina pada tgl 12 Dzulhijjah. Ingat jangan sampai kedapatan waktu maghrib. Jika kedapatan maghrib sementara masih di Mina, maka anda harus bermalam lagi.
- Jika anda selesai melempar tgl 13 Dzulhijjah-dan inilah yg afdhol-, maka anda dianggap telah menyelesaikan ibadah haji. Semoga ibadah hajinya ikhlash dan mabrur.
11. Tawaf Wada’/Tawaf Perpisahan
- Tawaf wada’ hukumnya wajib dilakukan jika seseorang sudah hendak bersafar meninggalkan Makkah. Kota kenangan dalam beribadah dan taat kepada Allah. Semoga Allah masih perkenankan kita kembali lagi ke Makkah.
- Lakukanlah tawaf wada’ sebagaimana halnya tawaf ifadhoh dan tawaf umrah. Tapi dengan memakai pakaian biasa.
- Jika anda ingin-sebelum keluar dari Masjidil, berdoalah di Multazam, yaitu suatu tempat antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah. Berdoa’alah disini banyak-banyak tanpa harus angkat tangan. Doa dengan sungguh-sungguh sambil menempelkan dada, wajah, kedua lengan dan tangan untuk mengingat akan kondisi kita di padang Mahsyar dan menunjukkan di hadapan Allah akan kelemahan kita dan butuhnya kita kepada-Nya. Ini merupakan sunnah. Namun jangan diyakini bahwa kita tempelkan badan kita disitu karena ada berkahnya. Itu hanya sekedar menunjukkan perasaan butuh dan rendah diri kita kepada Allah,serta sekedar ikuti sunnah.
- Sebelum kembali, berilah kabar gembira keluarga di Indonesia. Lalu sesampai di Indonesia, jangan langsung ke rumah, tapi ke masjid dulu sholat sebagaimana sunnah Nabi –Shollallahu alaihi wasallam.